AMDAL
TERHADAP LINGKUNGAN USAHA PENAMBANGAN BATUBARA CV. ARJUNA DI KOTA SAMARINDA KALIMANTAN
TIMUR
Oleh :
VENI SELVIANTY
ZEBUA
110302058
PROGRAM STUDI
MANAJEMEN SUMBERDAYA PERAIRAN
FAKULTAS
PERTANIAN
UNIVERSITAS
SUMATERA UTARA
2014
PENDAHULUAN
Latar
Belakang
Sumberdaya alam dan
energi dimanfaatkan demi pembangunan ekonomi bersama dengan sumberdaya manusia,
sumberdaya modal, dan sumberdaya teknologi. Sumberdaya alam dan energi
dibedakan kedalam sumberdaya alam hayati, sumberdaya alam air, sumberdaya alam
energi dan sumberdaya alam non hayati. Sumberdaya alam dan energi itu ada yang
bisa diperbaharui dan ada pula yang tidak bisa diperbaharui. Sumberdaya alam
yang dapat diperbaharui berupa sumberdaya hayati dan hewani sedangkan
sumberdaya alam yang tidak dapat diperbaharui berupa sumberdaya non hayati
seperti barang-barang tambang (Algunadi, 2013)..
Indonesia merupakan Negara yang
dikenal sangat kaya dengan kekayaan tambang. Salah satu yang menjadi kekayaan
Indonesia adalah batubara (coal).
Penambangan batubara telah dilakukan di Indonesia sejak zaman Belanda.
Berdasarkan data yang dilansir di Annual
Survey of Mining Companies 2002/2003-Fransier Institute, Indonesia
sebenarnya memiliki potensi investasi di sector pertambangan di urutan 16 dari
47 negara yang memiliki potensi Batubara. Sementara untuk kandungan batubara,
berdasarkan analisa, Asian Development
Bank, 70 persen cadangan batubara ada di Sumatera dan sisanya di
Kalimantan. Sejak tahun 1967 hingga tahun 2000, pemerintah telah mengeluarkan
908 ijin pertambangan yang terdiri dari kontrak karya (KK), kontrak karya
batubara (KKB) dan kuasa pertambangan (KP). Luas lahan yang diperuntukkan untuk
aktivitas pertambangan tersebut mencapai 84.152.875,92 Ha atau hampir 50% dari
luas total daratan Indonesia. Jumlah tersebut belum termasuk perijinan untuk
kategori bahan galian C yang perijinannya dikeluarkan oleh pemerintah daerah
(Susmiyati, 2005).
Salah satu daerah yang menjadi
wilayah pertambangan dari 76 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan
Pemerintah Kota Samarinda adalah kelurahan Makroman. Makroman adalah sebuah
daerah transmigran di Kota Samarinda, Kalimantan Timur yang dibuka sejak tahun
1957. Pada tahun 1982, warga transmigran berhasil membuat sawah walaupun hanya
bisa ditanami sekali dalam setahun. Sepanjang tahun 1999 hingga tahun 2006,
Makroman menjadi kawasan percontohan pertanian yang berhasil. Tetapi perusahaan
tambang batubara masuk pada tahun 2007 yaitu CV. Arjuna dengan luas konsesinya
1.589 hektar, membongkar bukit-bukit sekeliling Makroman. Dan pada akhir tahun 2008
penampungan limbah pencucian batubara perusahaan jebol, dan mencemari sumber
air dan masuk ke dalam kolam ikan dan sawah. Sejak itu penghasilan warga mulai
susut. Bibit ikan tak mau tumbuh, sementara bibit padi di sawah tertimbun
lumpur bahkan air masuk kedalam rumah warga. Dan sampai sekarang, banjir lumpur
terus terulang menyerang Kelurahan Makroman, yang menggenangi seluruh areal
persawahan seluas 383,87 hektar, yang menghidupi 1.905 keluarga di Kelurahan
Makroman. Bahkan perusahaan terus meluaskan pengerukannya hingga areal
persawahan masyarakat di Kelurahan Makroman. Kelurahan Makroman yang dikepung
areal pertambangan batubara, belum tentu menjadi garansi kesejahteran sosial
ekonomi masyarakat (Risal, dkk., 2013).
Banyaknya kasus sengketa lingkungan
hidup yang terjadi, hampir sebagian besar diselesaikan melalui jalur
penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar jalur pengadilan. Hal ini juga
yang melatar belakangi penulis untuk mengkaji lebih dalam tentang jalur
penyelesaian sengketa lingkungan hidup di luar jalur pengadilan, seperti yang
penulis coba kaji dengan melihat salah satu kasus yang terjadi di Kecamatan
Sambutan Kelurahan Makroman. Pihak yang bersengketa yaitu antara masyarakat
Kelurahan Makroman dengan CV. Arjuna selaku pemilik Izin Usaha Pertambangan
(IUP) yang melakukan kegiatan usaha pertambangan di Kelurahan Makroman (Rivani,
2014)
Keberadaan sektor pertambangan
seperti pertambangan batubara misalnya, sebagai salah satu sumber daya alam
yang tidak dapat diperbaharui (Unrenewable Resourses) sangat diperlukan
untuk menunjang pembangunan. Sektor pertambangan ini selain memberikan kontribusi
secara ekonomis pada tingkat lokal maupun nasional juga merupakan sumber energi.
Agar keberadaannya dapat bertahan lama, maka sudah seharusnya pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana dan terencana sehingga dapat diwariskan kepada generasi yang akan
datang. Kegiatan pertambangan jika tidak dilaksanakan secara tepat dapat
menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan, terutama gangguan keseimbangan
permukaan tanah yang cukup besar. Dampak lingkungan akibat kegiatan
pertambangan antara lain: penurunan produktivitas lahan, tanah bertambah padat,
terjadinya erosi dan sedimentasi, terjadinya gerakan tanah atau longsoran,
terganggunya flora dan fauna, terganggunya kesehatan masyarakat, serta
perubahan iklim mikro. Oleh karena itu perlu dilakukan kegiatan reklarnasi dan
kegiatan pascatambang yang tepat serta terintegrasi dengan kegiatan
pertambangan. Kegiatan reklamasi harus dilakukan sedini mungkin dan tidak harus
menunggu proses pertambangan secara keseluruhan selesai dilakukan (Suprapto
2011).
CV. Arjuna adalah perusahaan yang
bergerak dibidang pertambangan, dalam hal ini wajib mempunyai Upaya Pengelolaan
Lingkungan Hidup (UKL) dan Upaya Pemantauan Lingkungan Hidup (UPL) sesuai
dengan pasal 14 huruf (e) dan (f) Undang-undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup menjelaskan Instrumen pencegahan
pencemaran dan/atau kerusakan lingkungan hidup terdiri atas: Analisis Mengenai
Dampak Lingkungan (AMDAL) dan UKL-UPL dalam prosesnya, aktifitas pertambangan
yang dilakukan oleh CV Arjuna mengakibatkan pencemaran ke sawah dan tambak
milik warga. Hal tersebut dikarenakan oleh jebolnya tanggul pengelolaan limbah
CV Arjuna (Anwar dan Rosmini, 2013).
Tujuan
Adapun Tujuan dari makalah ini adalah: untuk mengetahui
Analisis Mengenai pengelolaan lingkungan yang dilakukan oleh Usaha Penambangan
Batubara CV. Arjuna di Kota Samarinda, Kalimantan Timur.
TINJAUAN PUSTAKA
Pertambangan Batubara
Menurut
UU Minerba No.4 Tahun 2009, pertambangan adalah sebagian atau seluruh tahapan
kegiatan dalam rangka penelitian, pengelolaan dan pengusahaan mineral atau
batubara yang meliputi penyelidikan umum, eksplorasi, studi kelayakan,
konstruksi, penambangan, pengolahan dan pemurnian, pengangkutan dan penjualan,
serta kegiatan pascatambang. Pertambangan merupakan suatu kegiatan untuk mendapatkan
logam dan mineral dengan cara menghancurkan gunung, hutan, sungai, laut, dan
penduduk kampung. Atau suatu kegiatan yang paling merusak alam dan kehidupan
sosial, yang dimiliki orang kaya dan menguntungkan orang kaya. Dari definisi
tersebut terdapat sejumlah unsur yang sudah pasti melekat pada pertambangan,
yakni adanya tindakan penghancuran/pengrusakan, kebohongan, mitos, dan
keuntungan untuk segelintir orang tertentu (orang kaya) (Risal, dkk., 2011).
Industri pertambangan merupakan salah
satu industri yang diandalkan pemerintah Indonesia untuk mendatangkan devisa.
Selain mendatangkan devisa industri pertambangan juga menyedot lapangan kerja
dan bagi Kabupaten dan Kota merupakan sumber Pendapatan Asli Daerah (PAD). Industri
pertambangan selain mendatangkan devisa dan menyedot lapangan kerja juga rawan
terhadap pengrusakan lingkungan. Banyak kegiatan penambangan yang mengundang
sorotan masyarakat sekitarnya karena pengrusakan lingkungan, apalagi
penambangan tanpa izin yang selain merusak lingkungan juga membahayakan jiwa
penambang karena keterbatasan pengetahuan si penambang dan juga karena tidak
adanya pengawasan dari dinas instansi terkait. Menurut Undang-Undang Nomor 23
tahun 1997 tentang pengelolaan lingkungan, pengrusakan lingkungan adalah
tindakan yang menimbulkan perubahan langsung/ tidak langsung terhadap sifat
fisik dan atau hayatinya yang mengakibatkan lingkungan hidup
tidak dapat berfungsi lagi dalam menunjang pembangunan berkelanjutan (Yudhistira, dkk., 2011).
Usaha Pertambangan memiliki beberapa karakteristik,
yaitu: tidak dapat diperbaharui (non- renewable), mempunyai risiko yang
relatif tinggi, dan pengusahaannya mempunyai dampak lingkungan baik fisik
maupun sosial yang relatif tinggi dibandingkan pengusahaan komoditi lainnya
pada umumnya. Objek dari usaha pertambangan adalah sumber daya alam yang tak
terbaharukan (non-renewable), dimana dalam pengelolaan dan pemanfaatannya
dibutuhkan pendekatan manajemen ruangan yang ditangani secara holistik dan
integratif dengan memperhatikan empat aspek pokok yaitu, aspek pertumbuhan (growth),
aspek pemerataan (equity), aspek lingkungan (environment), dan
aspek konservasi (conservation). Pengamatan di lapangan menunjukkan
bahwa pertambangan batubara justru mengancam kesejahteraan hidup masyarakat
yang akan menyeret pada kemiskinan sehingga mereka tidak memiliki kekuatan, dan
mereka menjadi korban yang tidak bersuara yang diperlakukan secara tidak adil
oleh sistem atau kebijakan yang berpihak pada kepentingan pemilik modal. Dampak
akibat aktivitas pertambangan batubara bukan hanya menimbulkan pencemaran udara
yang mengakibatkan penurunan kesehatan saja, melainkan juga timbulnya cekungan
besar yang dikelilingi tumpukan tanah bekas galian yang telah bercampur dengan
sisa-sisa bahan tambang (tailing). Pada saat musim hujan, cekungan
tersebut dialiri air dan berubah menjadi danau. Sisa-sisa bahan tambang mengalir
ke sungai-sungai dan menutupi lahan pertanian serta areal perkebunan. Hal ini
mengakibatkan hilangnya vegetasi (tanaman) populasi satwa liar dan menurunnya
kualitas air. Sementara itu di daerah bagian hilir pasca tambang, rawan
terjadinya bencana erosi akibat sedimentasi tanah (Risal, dkk., 2013).
Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL)
AMDAL merupakan kegiatan yang penting
dilakukan untuk menjaga agar lingkungan dikelola dengan baik. Konsep AMDAL yang
mempelajari dampak pembangunan terhadap lingkungan dan dampak lingkungan
terhadap pembangunan juga didasarkan pada konsep ekologi, yang secara umum didefinisikan
sebagai “ilmu yang mempelajari interaksi antara mahluk hidup dengan
lingkungannya”. Pasal 16 Undang-Undang No. 23 Tahun 1997 tentang Pengelolaan Lingkungan
Hidup berbunyi sebagai berikut : “Setiap rencana yang diperkirakan mempunyai
dampak penting terhadap lingkungan wajib dilengkapi dengan analisis mengenai
dampak lingkungan yang pelaksanaannya diatur dengan peraturan pemerintah”
(Harfani, 2007).
Perusahaan itu sesungguhnya tidak hanya memiliki
sisi tanggung jawab ekonomis kepada para stake holders seperti bagaimana
memperoleh profit dan menaikkan harga saham atau tanggung jawab legal
kepada pemerintah, seperti membayar pajak, memenuhi persyaratan Analisis
Mengenai Dampak Lingkungan (AMDAL), dan ketentuan lainnya. Namun, jika
perusahaan ingin eksis dan akseptabel, harus disertakan pula tanggung jawab
yang bersifat sosial (Risal,
dkk., 2013).
Kegiatan pertambangan, selain menimbulkan dampak
lingkungan, ternyata menimbulkan dampak sosial yang komplek. Oleh sebab itu,
AMDAL suatu kegiatan pertambangan harus dapat menjawab dua tujuan pokok (World
Bank, 1998 dalam Karliansyah, 2001):
1. Memastikan bahwa biaya lingkungan, sosial dan kesehatan
dipertimbangkan dalam menentukan kelayakan ekonomi dan penentuan alternatif
kegiatan yang akan dipilih.
2. Memastikan bahwa pengendalian, penge-lolaan, pemantauan serta
langkah-langkah perlindungan telah terintegrasi di dalam desain dan
implementasi proyek serta rencana penutupan tambang.
Sesuai Undang-undang No. 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, dimana salah satu pasalnya memberikan kewenangan kepada
daerah untuk pengelolaan lingkungan hidup, sehingga diharapkan dapat memudahkan
dalam pembinaan, pengawasan dan penertibannya. Zain (2006) menjelaskan
kebijakan penerapan AMDAL, yaitu;
a. AMDAL
merupakan instrumen efektif untuk pengendalian terutama pencegahan dampak
lingkungan hidup;
b. AMDAL
merupakan kajian dari studi kelayakan suatu rencana usaha/kegiatan (Ayat 1
Pasal 2 PP No 27 Tahun 1999). Implikasi dari ketentuan ini adalah AMDAL harus
dapat digunakan sebagai dasar untuk mengambil keputusan atas kelayakan
altenatif rencana usaha/kegiatan proyek dari sudut lingkungan;
c. Manfaat
studi AMDAL pada saat studi kelayakan:
v Ruang
pengambilan keputusan untuk menolak/menyetujui suatu altenatif
rencana usaha/kegiatan
dari segi lingkungan masih fleksibel.
v Pencegahan
dampak lingkungan dapat dilakukan dengan lebih efektif;
Untuk
meningkatkan mutu penerapan AMDAL melalui akuntabilitas proses penilaian AMDAL,
maka Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur dalam hal ini Bapedalda Prov. Kaltim
melaksanakan beberapa kebijakan yang menyangkut proses AMDAL seperti:
1. Peningkatan
terus menerus kompetensi dan integritas Komisi Penilai dan Komisi Teknis AMDAL;
2. Mengevaluasi
konsultan penyusun AMDAL di Provinsi Kalimantan Timur sesuai SK Gubernur No 31
Tahun 2002 daalm upaya menciptakan kemampuan konsultan yang bertanggung jawab
dan profesional di dalam mendukung perencanaan Pembangunan Lingkungan Hidup di
Kaltim.
3. Meningkatkan
dan mengembangkan teknis pengujian/penilain AMDAL yang bersifat praktis, logis
dan sistematis serta dapat dipertanggung jawabkan;
4. Pemrakarsa
wajib melibatkan masyarakat dalam proses penyusunan Kerangka Acuan, Penilaian
Kerangka Acuan, AMDAL dan RKL/RPL;
5. Melakukan
pengawasan, pemantauan dan evaluasi terhadap pelaksanaan AMDAL,RKL/RPL
berdasarkan kewenangan Provinsi (lintas Kab/Kota);
6. Inventarisasi
data pelaksanaan wajib AMDAL yang disetujui oleh Pemkab/Kota (Harfani, 2007).
Studi
Kasus: Permasalahan CV Arjuna di Kota Samarinda Kalimantan Timur
Makroman yang ia
sambangi kala itu adalah sebuah perkampungan transmigran yang subur. Luas sawah
warga keseluruhan adalah 384 hektar. Perkampungan ini berisikan warga dari
Pulau Jawa yang mulai pindah tahun 1957 hingga 1975. Tahun 1982, warga
transmigran mulai membuat sawah, meski hanya dipanen setahun sekali. Dari awal
2000 hingga 2007 semua kegiatan pertanian berjalan normal. Sawah, kebun, kolam
ikan, dan ternak bisa dikembangkan dengan baik. Makroman juga dikenal sebagai
sentra padi yang menyuplai beras untuk Samarinda dari 1999-2006. Namun,
masuknya perusahaan tambang tahun 2007 telah menghancurkan segalanya. Adalah
CV. Arjuna yang mengubah harapan indah warga menjadi nasib buruk. Awalnya,
modus yang dilakukannya adalah dengan mengambil batubara dalam sekala karungan.
Namun, dua bulan berikutnya masuk eskavator yang mengeruk dalam jumlah besar.
Kegiatan ini berlangsung sampai sekarang.
Gambar 1. Lokasi Penambangan CV.
Arjuna
Salah satu daerah yang menjadi wilayah pertambangan
dari 76 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang dikeluarkan Pemerintah Kota
Samarinda adalah kelurahan Makroman. Makroman adalah sebuah daerah transmigran
di Kota Samarinda, Kalimantan Timur yang dibuka sejak tahun 1957. Pada tahun
1982, warga transmigran berhasil membuat sawah walaupun hanya bisa ditanami
sekali dalam setahun. Sepanjang tahun 1999 hingga tahun 2006, Makroman menjadi kawasan
percontohan pertanian yang berhasil. Tetapi perusahaan tambang batubara masuk
pada tahun 2007 yaitu CV. Arjuna dengan luas konsesinya 1.589 hektar,
membongkar bukit-bukit sekeliling Makroman. Dan pada akhir tahun 2008
penampungan limbah pencucian batubara perusahaan jebol, dan mencemari sumber
air dan masuk ke dalam kolam ikan dan sawah. Sejak itu penghasilan warga mulai
susut. Bibit ikan tak mau tumbuh, sementara bibit padi di sawah tertimbun
lumpur bahkan air masuk kedalam rumah warga. Dan sampai sekarang, banjir lumpur
terus terulang menyerang Kelurahan Makroman, yang menggenangi seluruh areal
persawahan seluas 383,87 hektar, yang menghidupi 1.905 keluarga di Kelurahan
Makroman. Bahkan perusahaan terus meluaskan pengerukannya hingga areal
persawahan masyarakat di Kelurahan Makroman. Kelurahan Makroman yang dikepung
areal pertambangan batubara, belum tentu menjadi garansi kesejahteran sosial
ekonomi masyarakat.
Jebolnya kolam lubang tambang batubara pada 2008
yang telah mencemari persawahan dan perikanan masyarakat Makroman adalah awal
petaka. Lahan petani dan petambak ikan di RT 11, 12, dan 13 rusak. Sedikit demi
sedikit, efek negatif tambang mulai menggerogoti lingkungan Makroman. Debu
beterbangan, sawah rusak karena airnya bercampur tambang. Walang sangit, tikus,
dan beruk merusak padi dan tanaman kebun, karena habitat mereka hilang. Bila
kering tidak ada air, sementara air yang mengaliri sawah sekarang adalah air
tambang. Hasil panennya juga tidak menentu. Sebelum ada tambang batubara,
sawahnya bisa menghasilkan sekitar delapan ton. Namun sekarang, sekitar
lima-enam ton. Hal ini diperparah dengan pertumbuhan padi yang tidak serentak,
dalam satu hamparan ada yang tinggi dan ada yang rendah, padahal dalam waktu
tanam yang sama. Bila ingin subur pemupukan harus dilakukan intensif yang
tentunya menambah biaya.
Gambar 2. Kondisi kolam dan sawah penduduk sekitar
yang terkena limbah dari CV. Arjuna
CV. Arjuna masuk Makroman tahun 2007 berbekal Surat izin
Usaha Pertambangan (IUP) Batubarara yang dikeluarkan Pemerintah Kota Samarinda,
dengan tiga kontraktor sebagai pekerjanya yakni PJP, SRP, dan JKU. Izinnya
eksploitasi batubara. Luas garapannya 1.597 hektar yang berada di Kelurahan
Sambutan, Makroman dan Pulau Atas. Terbagi dua blok yaitu blok I (695,50
hektar) dan blok II (902,03 hektar). PJP yang paling dulu beroperasi yang pada
2007 tercatat menghasilkan 88.576 ton batubara. Hasil perbuatannya berupa
lubang besar menganga tidak pernah direklamasi, malahan dibiarkan menganga.
Hasil pembuangan limbah tambangnya juga telah mencemari persawahan warga
Makroman. Pada Oktober 2009, 70 petani yang berasal dari RT 13 protes keras
terhadap kejadian ini. Puncaknya, Januari 2011 ketika banjir beserta lumpur
merendam persawahan warga yang memang lokasinya tidak jauh dari tambang,
sekitar 500 meter. Berulang kali masyarakat protes kehadiran tambang ini hingga
mereka meminta Pemerintah Kota Samarinda menutupnya. Tapi, hingga kini,
kegiatan tambang masih berjalan dan masyarakat Makroman sendiri tidak pernah
tahu dimana kantor CV. Arjuna itu berada.
Bahan beracun tersebut adalah zat asam tambang (Acid Mine
Drainage/AMD) dan beberapa logam berat berbahaya seperti mangan (Mn), besi
(Fe), alumunium (Al), cadmium (Cd), dan arsenic (Ar). Bahan ini sifatnya
akumulatif, artinya baru terasa efeknya setelah beberapa tahun. Pada anak,
dampaknya terlihat pada kesehatan dan pertumbuhan tubuhnya. Hasil uji ini telah
dilakukan oleh PPE KLH Kalimantan pada 13-17 Januari 2014, seperti yang telah
dipublikasikan Greenpeace
Indonesia.
Badan
Pengurus Jatam, menyatakan bahwa pengerukan batubara yang dilakukan CV.
Arjuna mengakibatkan Warga RT. 13 Makroman mengalami krisis air bersih dan
gagal panen padi. Ini terjadi berulang. Dampaknya adalah, warga begitu rentan
menghadapi ancaman termasuk di dalamnya menghadapi perubahan iklim. Menurut
Mai, penambangan batubara membuat hutan gundul meluas. Tidak itu saja, erosi,
hilangnya sumber air, polusi udara, dan melunturnya nilai-nilai sosial di
masyarakat yang tinggal di lokasi dekat tambang. Penambangan batubara skala
besar akan menurunkan permukaan tanah dan dampak luasnya adalah beredarnya
limbah beracun.
Kondisi Samarinda memang memprihatinkan, hampir tiga perempat
luasannya digunakan sebagai wilayah izin usaha pertambangan (WIUP). Data Badan
Pusat Statistik (BPS) 2010 dapat dijadikan acuan. Luas wilayah pertanian sawah
dan bukan sawah di Samarinda seluas 34.782 hektar sementara areal perumahan
seluas 6.000 hektar. Dengan luas tambang di Samarinda sekitar 50,735.76 maka
sudah dipastikan sekitar 19 ribu hektar yang posisi bertabrakan alias tumpang
tindih yaitu pertanian, perumahan, dan pertambangan.
Kondisi ini tentunya melenceng jauh. Berdasarkan Peraturan
Daerah Kota Samarinda Nomor 12 tahun 2002 tentang Revisi Tata Ruang
Wilayah (RTRW) Kota Samarinda 1994-2004, maka lokasi tambang batubara hanya
diperbolehkan di Kelurahan Siring, Kecamatan Samarinda Utara seluas 7.583 hektar
yang tertera jelas di Pasal 22. Jika setengahnya yang dialokasikan maka sudah
jelas, luasan tambang yang ada di Samarinda seharusnya 3.791,5 hektar.
Secara geologis, batubara memang tersebar. Artinya, dimana
ada hutan akan ada potensi batubara. Ini yang terjadi di Samarinda, yang
dahulunya hutan yang dibuka. Dipastikan akan ada batubara. Untuk Samarinda,
harusnya dibuat satu saja dalam sekala besar. Segala kegiatan dipusatkan mulai
dari penggalian, reklamasi, lalu hasil reklamasi digunakan lagi untuk kegiatan lain
dengan tanggung jawab penuh. Ini tentunya bisa menertibkan. Hal lain yang
menggelikan adalah kajian AMDAL. Yang sering terjadi adalah, AMDAL telah dibuat
terlebih dahulu sebelum kajian dampak positif dan negatifnya dilakukan. Posisi
ini tentunya bukan mencegah, melainkan hanya menyetujui dampak yang ditimbulkan
secara normatif.
Tambang batubara memang tidak
memberikan manfaat bagi masyarakat Samarinda. Dari segi kesehatan, dalam tiga
tahun terakhir (2011-2013) sekitar 500 ribu warga Samarinda menderita penyakit
infeksi saluran pernapasan akut (ISPA). Angka ini berada di peringkat satu
ketimbang penyakit lainnya. Mengutip dari Kaltim Pos edisi 21 Juli
2014, masyarakat yang tinggal di sekitar pertambangan batubara begitu rentan
dengan penyakit ini karena pernafasannya terganggu polusi udara. Dari segi
pertanian, banyaknya ijin tambang membuat sawah produktif berkurang luasannya
atau juga tidak bisa digarap karena terendam lumpur. Dari tahun 2005-2010,
berdasarkan data BPS, tercatat luasannya menurun rata-rata sekitar 340 hektar
per tahun. Kondisi ini makin diperparah dengan meningkatnya biaya hidup untuk
mendapatkan air bersih. Pun dengan rusaknya jalan umum akibat truk pengangkut
batubara tersebut. Biaya yang harus ditanggung untuk memperbaikinya di 2010 adalah
37,6 miliar rupiah, berdasarkan data pemerintah Samarinda 2011.
Gambar 4. Sawah dan tambang CV. Arjuna ini hanya
dibatasi lubang menganga yang digali karena nafsu semata, mengeruk batubara.
1)
Dampak
Sosial
Hadirnya
perusahaan pertambangan menjadi magnet bagi arus masuknya migrasi baru ke
Makroman. Faktor ekonomi merupakan alasan utama seseorang melakukan migrasi.
Warga pendatang ini terdiri dari berbagai macam suku. Kebanyakan warga
pendatang lebih bersifat individualistik, dan jarang bersosialisasi bersama warga.
Keberadaan warga pendatang di suatu daerah dapat menimbulkan kecemburuan sosial
karena kesenjangan ekonomi antara warga lokal dengan warga pendatang, berkaitan
dengan peluang untuk bekerja di perusahaan pertambangan batubara hal yang sama juga
terjadi di Kelurahan Makroman. Terdapat beberapa pendapat dari masyarakat bahwa
warga lokal tidak merasakan dampak positif dari keberadaan perusahaan
pertambangan batubara, justru warga pendatanglah yang lebih merasakan dampak
positifnya.
Keberadaan
kegiatan pertambangan batubara ini memicu timbulnya mentalitas masyarakat yang
lebih cenderung individualistis, materialistis, dan rusaknya tatanan sosial
dalam masyarakat, serta hubungan kekerabatan warga masyarakat mulai merenggang.
Bahkan dalam keluarga mereka sendiri sering terjadi perselisihan karena membela
kepentingan dirinya dengan perusahaan. Sampai saat ini, perusahaan terus
meluaskan pengerukannya hingga berbatasan langsung dengan sawah, jalan setapak
dan sumber air. Aksi protes beragam cara gencar dilakukan, mulai membuat siaran
pers, hingga berkali-kali menduduki jalan angkut batubara tempat kendaraan
tambang lalu lalang. Perusahaan kemudian menerapkan strategi adu domba. Mereka
bekerjasama dengan milisi sipil bernama Kobra (Komando Bela Negara). Kobra
merekrut pemuda dan pengangguran yang ada di sekitar Makroman, mereka
berseragam coklat loreng mirip tentara. Pasukan coklat loreng inilah yang
menghadapi warga saat aksi pendudukan 27 Juli 2011, menutup jalan angkut
batubara dan mereka saling mengenal dan bahkan keluarga mereka sendiri.
Pejabat
pemerintah baik di tingkat nasional maupun lokal selalu mengklaim bahwa
keberadaan pertambangan batubara di suatu daerah akan meningkatkan kesejahteraan
sosial masyarakat sekitar. Namun kenyataan yang dialami masyarakat di Makroman
adalah sebaliknya. Sejak pertambangan batubara masuk ke daerah tersebut,
masyarakat malah dirugikan.
2)
Dampak
Ekonomi
Dengan
adanya perusahaan pertambangan batubara yang beroperasi di wilayah Makroman,
membuka kesempatan kerja bagi masyarakat lokal. Berdasarkan hasil wawancara,
kehadiran perusahaan pertambangan batubara memberikan dampak positif terhadap
kesempatan bekerja masyarakat pada sector pertambangan, tetapi dalam skala yang
sangat kecil. Meskipun demikian, persepsi masyarakat terhadap perusahaan
pertambangan batubara cenderung tidak memiliki dampak yang positif. Peluang
berusaha memberikan nilai tersendiri bagi sebagian masyarakat yang membuka
usaha warung sembako, warung makan dan bengkel. Peluang berusaha ini muncul
seiring dengan berkembangnya perusahaan pertambangan batubara, diikuti dengan
pertumbuhan penduduk Kelurahan Makroman. Dengan pergerakan penduduk setiap
harinya membuat masyarakat melihat adanya peluang dalam membantu peningkatan
pendapatan mereka. Masyarakat yang memanfaatkan peluang usaha ini, berpandangan
bahwa dengan berdiriya perusahaan pertambangan batubara memberikan dampak yang
positif terhadap pendapatan mereka, walaupun tidak terlalu signifikan. Selain
peluang usaha disektor perdagangan, ada beberapa masyarakat yang memanfaatkan
kehadiran perusahaan pertambangan di kelurahan makroman dengan membangun rumah kost
yang di sewa oleh karyawan perusahaan.
Tetapi
sebagian masyarakat menganggap bahwa kehadiran perusahaan pertambangan batubara
tidak memberikan pengaruh untuk membuka usaha bagi masyarakat di Makroman.
Walaupun tidak ada perusahan tambang di Kelurahan Makroman, masyarakat akan
tetap berusaha sesuai dengan potensi yang dimiliki setiap masyarakat dan
potensi daerah di Kelurahan Makroman. Karena jauh sebelum perusahaan
pertambangan masuk, sudah banyak warga masyarakat yang berprofesi sebagai
pedagang di daerah ini. Berdasarkan informasi yang didapatkan dari
wawancara dengan 30 informan, hanya 6 orang yang menyatakan bahwa keberadaan
perusahaan pertambangan batubara memberikan peluang berusaha, yang mana akan
memberikan pengaruh terhadap pendapatan mereka. Selebihya mengatakan bahwa
tidak memberi peluang untuk berusaha, justru perusahaan pertambangan mematikan
usah mereka di sektor pertanian, perkebunan dan perikanan. Banjir lumpur,
sering merusak tanaman masyarakat, baik tanaman padi maupun perkebunan sehingga
menurunkan tingkat produksi hasil pertanian para petani. Tingkat pendapatan
masyarakat menjadi menurun dan tidak jarang petani di wilayah Kelurahan
Makroman ini beralih profesi ke sector lain seperti pertukangan dan sektor
lainnya.
Dari
segi biaya dan manfaat ekonomi yang diperoleh masyarakat sekitar perusahaan
dengan adanya kegiatan pertambangan batubara, masyarakat merasakan lebih banyak
dampak buruk dari pertambangan dibanding manfaat bagi warga sekitar. Kisah
tragis tentang berbagai dampak buruk dari penambangan batubara di Makroman
menggambarkan bahwa kebijakan pertambangan di negeri ini tidak berpihak pada
kepentingan masyarakat local tetapi lebih memihak pada pemilik modal. Menjadi
lebih menyedihkan ketika halitu berkaitan dengan hak hidup dan hak atas tanah
bagi masyarakat di korbankan yang telah tinggal di sekitar lokasi pertambangan
secara turun temurun selama puluhan tahun.
PENUTUP
Batubara
yang diharapkan menjadi energy lternatif pasca minyak menipis, harus dikelola
secara bijak, karena batubara seperti halnya minyak bumi merupakan energy tak
terbarukan. Pada akhirnya batubara akan habis seperti juga minyak bumi.
Kegiatan pengusahaan pertambangan batubara di Indonesia tidak terlepas dari
berbagai persoalan yang melingkupinya. Sedikit dari persoalan yang dapat
diungkapkan adalah: (1) besarnya penguasaan Negara atas bahan galian tambang
batubara, yang kerap kali menjadi dasar keluarnya kebijakan-kebijakan yang
salah kaprah; (2) kebijakan pertambangan batubara lebih berpihak pada modal
asing, yang akhirnya memaksa daerah untuk tunduk pada komitmen pemerintah pusat
pada perjanjian internasional yang dibuat; (3) terjadinya konflik kepemilikan
lahan penduduk local dan upaya meniadakan posisi masyarakat adat; (4)
terjadinya tumpang tindih lahan pertambangan batubara dengan sector lain; (5)
terjadinya pelanggaran HAM dalam pengusahaan pertambangan batubara; (6)
ketiadaan konsep pencadangan energy, akan mengancam nasib batubara seperti
minyak bumi saat ini; (7) kebijakan pengusahaan pertambangan batubara tidak
berpihak pada kelestarian lingkungan; (8) reklamasi paska penambangan tidak
dilakukan; serta (9) kebijakan pengusahaan pertambangan batubara akan membuka
peluang rakyat mudah dikriminalkan.
Kesalahan
utama kebijakan dan orientasi pertambangan batubara di Indonesia bermula dari
ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun 1967 tentang Ketentuan Pokok
Pertambangan. Sejak saat itu Indonesia memilih politik hokum pertambangan yang
berorientasi pada kekuatan modal besar dan eksploitatif. Sehingga regulasi
pemerintah pada akhirnya lebih berpihak pada kepentingan modal.
DAFTAR PUSTAKA
Algunadi, I. G.,
I. B. M. Astawa, dan Sutarjo. 2013. Analisis Dampak Penambangan Batu Kapur
Terhadap Lingkungan di Kecamatan Nusa Penida. Jurusan Pendidikan Geografi,
Undiksha Singaraja.
Anwar, M. dan
Rosmini. 2013. Tanggung Jawab Lingkungan CV Arjuna Terhadap Pencemaran
Lingkungan Akibat Jebolnya Tanggul Pengelolaan CV Arjuna di Kelurahan Makroman.
Jurnal Bernaja Niti. 2(8): 2-17.
Harfani, E. Y.
2007. Evaluasi Pengelolaan Lingkungan PT. Bukit Baiduri Energi di Kalimantan
Timur. (Tesis). Universitas Diponegoro.
Karliansyah, M.
R. 2001. Aspek Lingkungan Dalam Amdal Bidang Pertambangan. Pusat Pengembangan
Dan Penerapan Amdal Bapedal, Jakarta.
Risal, S., D. B.
Paranoan, dan S. Djaja. 2013. Analisis
Dampak Kebijakan Pertambangan Terhadap Kehidupan Sosial Ekonomi Masyarakat
di Kelurahan Makroman. Jurnal Administratif Reform. 1(1): 117-131.
Rivani, M. R.
2014. Kajian Terhadap Penyelesaian Sengketa Lingkungan Hidup di Luar Jalur
Pengadilan Melalui Negoisasi Antara CV. Arjuna Dengan Masyarakat Kelurahan
Makroman di Kota Samarinda. Universitas Mulawarman. Jurnal Risalah Hukum. Nomor
2.
Suprapto. 2011.
Aspek Hukum Tentang Reklamasi Pertambangan Batubara Studi di Kecamatan Satui
Tanah Bumbu. Syiar Hukum, FH. Unisba. 8(3): 189-201.
Susmiyati, H. R.
2005. Tinjauan Terhadap Permasalahan Dalam Pengusahaan Pertambangan Batubara di
Indonesia. Jurnal Risalah Hukum. Nomor 2.
Slot machines and slot machines at a casino in South Africa
BalasHapusPlay slot machines and slot 평택 출장샵 machines at Jumgiri's Casino Hotel South Africa today. We 공주 출장안마 have 천안 출장샵 over 200 games 강릉 출장안마 at our Jumgiri's 밀양 출장안마 casino.